Rabu, 12 Oktober 2016

Ketidakmerataan Penyebaran Guru di Indonesia

“Mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah salah satu poin penting yang termuat dalam landasan dasar konstitusi kita. Gagasan tersebut termuat dalam pembukaan UUD ’45 yang diakui secara umum sebagai ruh dari konstitusi negara. Actualisasi poin tersebut adalah dengan kebijakan pendidikan. Banyak yang mengatakan bahawa pendidikan adalah ujung tombak dalam kemajuan sebuah bangsa. Unsur pokok dalam dunia pendidikan ialah guru.Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Distribusi guru menjadi salah satu isu yang selalu muncul dalam masalah pendidikan di negri ini. Sejumlah daerah mengalami kelebihan tenaga guru, namun di lain sisi masih banyak daerah ( terutama 3T ) yang masih banyak kekurangan tenaga guru. Bagaimana tidak, jika kita melihat sekolah di kota-kota besar terutama di pulau jawa masih banyak guru yang kekurangan jam mengajar 24 jam tatap muka atau dengan kata lain sekolah tersebut memiliki jumlah tenaga guru yang  berlebih. Sedangkan jika kita menengok ke daerah daerah di luar pulau jawa masih banyak sekolah yang kekurangan guru di sekolahnya.Hal ini disebabkan oleh enggannya para calon guru untuk mengajar di daerah yang serba minim dengan akses perkotaan. Selain itu faktor kesejahteraan guru di daerah terpencil terkadang diabaikan sehingga banyak guru yang masih ragu untuk mengajar di daerah tersebut. Hal tersebut tidak  sesuai dengan UU Sisdiknas tentang hak tenaga pendidik bahwa setiap guru berhak mendapatkan penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.
Pemerintah sebenarnya sudah melakukan berbagai langkah untuk mengatasi permasalah yang berlarut-larut ini. Namun keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat untuk memantau pelaksanaan dari kebijakan yang dikeluarkan menyebabkan kebijakan itu cenderung jalan ditempat tanpa ada realisasinya. Seharusnya ada sinergi anatara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi maupun kabupaten/kota) untuk bersama-sama dalam mengatasi masalah kekurangan guru ini. Dengan diberlakukannya peraturan desentralisasi pemerintahan membuat ruang gerak pusat menjadi terbatas, sehingga jika pemda tidak bisa bekerjasama dengan pusat sehebat apapun kebijakan yang dibuat tidak akan berdampak apa-apa. Sesungguhnya yang lebih mengetahui kondisi dilapangan adalah mereka yang berada di pemda.
Solusi :
1.      Optimalisasi Aplikasi DaPoDik(Data Pokok Pendidikan)
Berdasarkan permasalahan diatas kemudian pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu, melakukan strategi yang sifatnya memaksa, dengan menerbitkan aplikasi yang mengatur administrasi tiap satuan pendidikan yang dikenal dengan Aplikasi Data Pokok Pendidikan. Aplikasi ini diluncurkan dalam 2 (dua) tahap, yang pertama bagi jenjang Pendidikan Dasar (SD dan SMP) pada awal tahun 2011, dan pada tahapan kedua bagi jenjang pendidikan menengah dan kejuruan diberlakukan mulai tahun ajaran 2014/2015.
Aplikasi Data Pokok Pendidikan atau Dapodik adalah sistem pendataan skala nasional yang terpadu, dan merupakan sumber data utama pendidikan nasional, yang merupakan bagian dari Program perancanaan pendidikan nasional dalam mewujudkan insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif. Karena tanpa perencanaan pendidikan yang matang, maka seluruh program yang terbentuk dari perencanaan tersebut akan jauh dari tujuan yang diharapkan.
Untuk melaksanakan perencanaan pendidikan, maupun untuk melaksanaan program-program pendidikan secara tepat sasaran, dibutuhkan data yang cepat, lengkap, valid, akuntabel dan terus up to date. Dengan ketersediaan data yang cepat, lengkap, valid, akuntabel dan up to date tersebut, maka proses perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan evaluasi kinerja program-program pendidikan nasional dapat dilaksanakan dengan lebih terukur, tepat sasaran, efektif, efisien dan berkelanjutan.
Dalam proses pengentrian data pada aplikasi dapodik, mengacuh pada penyesuaian kapasitas suatu satuan pendidikan yang meliputi ruang kelas, pembagian rombongan belajar, siswa dan guru serta sarana dan prasaran pendukung di satuan pendidikan tersebut. Yang mana dalam pengentrian data-data tersebut berkaitan dengan hasil akumulasi satu dengan yang lainnya. Dan dalam kaitannya dengan persebaran guru pada setiap satuan pendidikan di daerah, aplikasi ini mengadopsi aturan mengenai pemberlakuan rasio kelas, rombel, guru, siswa dan pendanaan yang akan diberikan ke satuan pendidikan masing-masing. Terfokus pada keadan guru di masing-masing satuan pendidikan, apakah mengalami kekurangan guru atau kelebihan guru.
Sebagai contoh, satuan pendidikan yang pada kenyataannya kelebihan guru maka tunjangan mereka akan dibayarkan sesuai dengan porsi guru menurut kebutuhan di satuan pendidikan tersebut. Hal ini berdampak pada proses penataan guru, di mana guru yang berada di satuan pendidikan berkelebihan guru akan berusaha sendiri untuk mencari jam mengajar atau pindah ke satuan pendidikan lainnya yang notabene membutuhkan guru atau memang kekurangan guru.
Peraturan Bersama 5 Menteri Tahun 2011 Tentang Pemerataan dan Penataan Guru Pegawai Negeri Sipil sangatlah berdampak pada pemenuhan jam mengajar guru bersertifikasi. Pemenuhan kewajiban mengajar selama 24 jam tatap muka per minggu merupakan sebuah konsekuensi yang harus dilakukan oleh seorang guru untuk memperoleh tunjangan sertifikasi. Apabila guru bersangkutan tidak dapat memenuhi jumlah jam mengajar yang diwajibkan disekolahnya maka mereka harus mencari jam tambahan di sekolah lain. Hal ini harus dilakukan karena dengan adanya aplikasi dapodik, berarti sudah ada acuan data bagi pusat untuk mengetahui keadaan dan persebaran guru yang sebenarnya di daerah, dan pusat tidak akan tanggung-tanggung menghentikan aliran dana tunjangan profesi bagi guru yang dinilai tidak memenuhi standar jumlah jam mengajar yang diharuskan.
2.      Pemberdayaan guru lokal
Berdasarkan permasalahan diatas pemerintah sudah melakukan banyak cara seperti mengirimkan para lulusan sarjana ke daerah-daerah pelosok untuk menjadi tenaga pengajar diatas. Namun apakah dengan mengirimkan sarjana-sarjana ke daerah pelosok akan mampu menyelesaikan masalah ? jawabannya adalah belum. Peneliti pendidikan Totok Soefijanto mengatakan sudah seharusnya pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk memberdayakan para guru lokal, sebab guru-guru lokal lebih memmahami kondisi geografis di daerah pelosok. Akan lebih mudah bagi mereka berada di daerah tersebut,(kabar24.com, Jakarta). Pemberdayaan guru lokal di daerah pelosok akan lebih efektif ketimbang hanya mengandalkan pengiriman guru dari kota. Pasalnya, guru dari kota belum tentu bertahan lama mengajar di daerah terpencil. Mungkin hanya setahun atau dua tahun. Alangkah baiknya jika mengangkat guru lokal yang sudah paham dengan kondisi sosial dan geografis daerah tersebut.

Untuk menghadapi ketimpangan jumlah guru di daerah-daerah 3T(Terdepan, Terluar, Tertinggal), pemerintah harus menghentikan perekrutan guru honorer di sekolah-sekolah swasta atau negeri dan lebih mendorong untuk tenaga pendidik di daerah 3T mengajar di daerah tempat tinggalnya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar