“Mencerdaskan
kehidupan bangsa” adalah salah satu poin penting yang termuat dalam landasan
dasar konstitusi kita. Gagasan tersebut termuat dalam pembukaan UUD ’45 yang
diakui secara umum sebagai ruh dari konstitusi negara. Actualisasi poin
tersebut adalah dengan kebijakan pendidikan. Banyak yang mengatakan bahawa
pendidikan adalah ujung tombak dalam kemajuan sebuah bangsa. Unsur pokok dalam
dunia pendidikan ialah guru.Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi
guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian
terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal
maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas
pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang
berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Distribusi
guru menjadi salah satu isu yang selalu muncul dalam masalah pendidikan di
negri ini. Sejumlah daerah mengalami kelebihan tenaga guru, namun di lain sisi
masih banyak daerah ( terutama 3T ) yang masih banyak kekurangan tenaga guru.
Bagaimana tidak, jika kita melihat sekolah di kota-kota besar terutama di pulau
jawa masih banyak guru yang kekurangan jam mengajar 24 jam tatap muka atau
dengan kata lain sekolah tersebut memiliki jumlah tenaga guru yang berlebih. Sedangkan jika kita menengok ke
daerah daerah di luar pulau jawa masih banyak sekolah yang kekurangan guru di
sekolahnya.Hal ini disebabkan oleh enggannya para calon guru untuk mengajar di
daerah yang serba minim dengan akses perkotaan. Selain itu faktor kesejahteraan
guru di daerah terpencil terkadang diabaikan sehingga banyak guru yang masih
ragu untuk mengajar di daerah tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan UU Sisdiknas tentang hak tenaga
pendidik bahwa setiap guru berhak mendapatkan penghasilan dan jaminan
kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.
Pemerintah
sebenarnya sudah melakukan berbagai langkah untuk mengatasi permasalah yang
berlarut-larut ini. Namun keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah dalam hal
ini pemerintah pusat untuk memantau pelaksanaan dari kebijakan yang dikeluarkan
menyebabkan kebijakan itu cenderung jalan ditempat tanpa ada realisasinya.
Seharusnya ada sinergi anatara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi
maupun kabupaten/kota) untuk bersama-sama dalam mengatasi masalah kekurangan
guru ini. Dengan diberlakukannya peraturan desentralisasi pemerintahan membuat
ruang gerak pusat menjadi terbatas, sehingga jika pemda tidak bisa bekerjasama
dengan pusat sehebat apapun kebijakan yang dibuat tidak akan berdampak apa-apa.
Sesungguhnya yang lebih mengetahui kondisi dilapangan adalah mereka yang berada
di pemda.
Solusi :
1. Optimalisasi
Aplikasi DaPoDik(Data Pokok Pendidikan)
Berdasarkan
permasalahan diatas kemudian pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan pada saat itu, melakukan strategi yang sifatnya memaksa, dengan
menerbitkan aplikasi yang mengatur administrasi tiap satuan pendidikan yang
dikenal dengan Aplikasi Data Pokok Pendidikan. Aplikasi ini diluncurkan dalam 2
(dua) tahap, yang pertama bagi jenjang Pendidikan Dasar (SD dan SMP) pada awal
tahun 2011, dan pada tahapan kedua bagi jenjang pendidikan menengah dan
kejuruan diberlakukan mulai tahun ajaran 2014/2015.
Aplikasi
Data Pokok Pendidikan atau Dapodik adalah sistem pendataan skala nasional yang
terpadu, dan merupakan sumber data utama pendidikan nasional, yang merupakan
bagian dari Program perancanaan pendidikan nasional dalam mewujudkan insan
Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif. Karena tanpa perencanaan pendidikan yang
matang, maka seluruh program yang terbentuk dari perencanaan tersebut akan jauh
dari tujuan yang diharapkan.
Untuk
melaksanakan perencanaan pendidikan, maupun untuk melaksanaan program-program
pendidikan secara tepat sasaran, dibutuhkan data yang cepat, lengkap, valid,
akuntabel dan terus up to date. Dengan ketersediaan data yang cepat, lengkap,
valid, akuntabel dan up to date tersebut, maka proses perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan dan evaluasi kinerja program-program pendidikan nasional dapat
dilaksanakan dengan lebih terukur, tepat sasaran, efektif, efisien dan
berkelanjutan.
Dalam proses
pengentrian data pada aplikasi dapodik, mengacuh pada penyesuaian kapasitas
suatu satuan pendidikan yang meliputi ruang kelas, pembagian rombongan belajar,
siswa dan guru serta sarana dan prasaran pendukung di satuan pendidikan
tersebut. Yang mana dalam pengentrian data-data tersebut berkaitan dengan hasil
akumulasi satu dengan yang lainnya. Dan dalam kaitannya dengan persebaran guru
pada setiap satuan pendidikan di daerah, aplikasi ini mengadopsi aturan
mengenai pemberlakuan rasio kelas, rombel, guru, siswa dan pendanaan yang akan
diberikan ke satuan pendidikan masing-masing. Terfokus pada keadan guru di
masing-masing satuan pendidikan, apakah mengalami kekurangan guru atau
kelebihan guru.
Sebagai
contoh, satuan pendidikan yang pada kenyataannya kelebihan guru maka tunjangan
mereka akan dibayarkan sesuai dengan porsi guru menurut kebutuhan di satuan
pendidikan tersebut. Hal ini berdampak pada proses penataan guru, di mana guru
yang berada di satuan pendidikan berkelebihan guru akan berusaha sendiri untuk
mencari jam mengajar atau pindah ke satuan pendidikan lainnya yang notabene
membutuhkan guru atau memang kekurangan guru.
Peraturan
Bersama 5 Menteri Tahun 2011 Tentang Pemerataan dan Penataan Guru Pegawai
Negeri Sipil sangatlah berdampak pada pemenuhan jam mengajar guru
bersertifikasi. Pemenuhan kewajiban mengajar selama 24 jam tatap muka per
minggu merupakan sebuah konsekuensi yang harus dilakukan oleh seorang guru
untuk memperoleh tunjangan sertifikasi. Apabila guru bersangkutan tidak dapat
memenuhi jumlah jam mengajar yang diwajibkan disekolahnya maka mereka harus mencari
jam tambahan di sekolah lain. Hal ini harus dilakukan karena dengan adanya
aplikasi dapodik, berarti sudah ada acuan data bagi pusat untuk mengetahui
keadaan dan persebaran guru yang sebenarnya di daerah, dan pusat tidak akan
tanggung-tanggung menghentikan aliran dana tunjangan profesi bagi guru yang
dinilai tidak memenuhi standar jumlah jam mengajar yang diharuskan.
2. Pemberdayaan
guru lokal
Berdasarkan
permasalahan diatas pemerintah sudah melakukan banyak cara seperti mengirimkan
para lulusan sarjana ke daerah-daerah pelosok untuk menjadi tenaga pengajar
diatas. Namun apakah dengan mengirimkan sarjana-sarjana ke daerah pelosok akan
mampu menyelesaikan masalah ? jawabannya adalah belum. Peneliti pendidikan
Totok Soefijanto mengatakan sudah seharusnya pemerintah pusat bekerjasama
dengan pemerintah daerah untuk memberdayakan para guru lokal, sebab guru-guru
lokal lebih memmahami kondisi geografis di daerah pelosok. Akan lebih mudah
bagi mereka berada di daerah tersebut,(kabar24.com, Jakarta). Pemberdayaan guru
lokal di daerah pelosok akan lebih efektif ketimbang hanya mengandalkan
pengiriman guru dari kota. Pasalnya, guru dari kota belum tentu bertahan lama
mengajar di daerah terpencil. Mungkin hanya setahun atau dua tahun. Alangkah
baiknya jika mengangkat guru lokal yang sudah paham dengan kondisi sosial dan
geografis daerah tersebut.
Untuk
menghadapi ketimpangan jumlah guru di daerah-daerah 3T(Terdepan, Terluar,
Tertinggal), pemerintah harus menghentikan perekrutan guru honorer di
sekolah-sekolah swasta atau negeri dan lebih mendorong untuk tenaga pendidik di
daerah 3T mengajar di daerah tempat tinggalnya masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar