Imam Samudera (terlahir Abdul
Aziz, lahir di Lopang, Serang, Serang, Banten, 14 Januari 1969 – meninggal
di Nusa Kambangan, 9 November 2008 pada umur 39 tahun)
adalah terpidana mati dalam Bom Bali 2002. Abdul Aziz adalah
anak kedelapan dari 11 bersaudara. Ayahnya, Sihabuddin, dan ibunya, Embay
Badriani, bercerai sewaktu Aziz masih anak-anak.
Masa Kecil
Masa kecilnya dilalui dengan hidup sederhana.
Keluarganya adalah orang taat beragama. Sang ibu adalah perias pengantin yang
kadang-kadang berjualan kue jika sedang sepi order atau
menjahit baju muslim serta membuka warung kelontong di
rumahnya. Aziz tumbuh sebagai anak yang super bergaul dan banyak teman. Ketika
diasuh kakaknya, Aziz kecil bukan anak yang pemberani alias sangat cengeng. Dia
gampang sekali menangis dan akan susah dihentikan meski dia sudah digendong.
Kakaknya, Ny Aliyah, menuturkan, meski hidup dalam kesederhanaan, Aziz berotak
encer. Di kalangan teman sekampungnya, dia dikenal sebagai anak pintar.
Sekolahnya selalu peringkat satu. Dia menonjol dalam pelajaran IPA dan Kerajinan
Tangan. Tapi, Aziz tidak terlalu pintar dalam pelajaran Matematika.
Menurut Lulu Jamaludin, adik Aziz ke-10, Aziz tidak pernah berkelahi dan tidak
suka kekerasan.
Berperang di Afganistan
Setelah lulus dari Madrasah Aliyah Negeri,
dengan uang dari hasil menjual perhiasan ibunya tahun 1990 Aziz pergi
ke Malaysia untuk transit menuju Pakistan dengan tujuan
akhir Afganistan. Di sana dia mengikuti kegiatan bersama tim yang
beranggota tujuh orang. "Kegiatannya untuk melawan pasukan asing,"
tutur Kapolri Da'i Bachtiar (waktu itu) dalam jumpa pers.
Di Afganistan Aziz sempat tinggal selama 2,5 tahun. Lalu diperkirakan
pada 1992 dia kembali ke Malaysia dan bermukim selama 6,5 tahun
di Johor. Kontak hubungan dengan keluarga sempat terputus beberapa tahun.
Tapi, pada tahun 1998 keluarga Aziz kemudian sempat mengenalinya
kembali. Pada saat itu Aziz menjalani bisnis jual-beli kurma. Aziz
berdagang dengan memasok dua kontainer kurma via Jakarta kemudian
diedarkan kepada pedagang di beberapa kota, termasuk dipasarkan ke Serang.
Kiprah pedagang kurma itu, namanya tiba-tiba melambung tinggi ketika terjadi
banyak peristiwa pengeboman.
Belajar merakit bom
Selama di Malaysia maupun di Afghanistan, Samudera
belajar mengenai jihad dan menggunakan senjata api, merangkai
bom, serta menggunakan ranjau. Di Malaysia, dia menjalani kehidupan normal
dengan berdagang baju dan usaha kecil. Dia juga mengikuti pengajian dan selalu
mencari informasi dari internet, terutama informasi soal jihad dan juga
berita soal ketidakadilan. Dia juga bertukar informasi dengan orang-orang
melalui internet yang disebut sebagai pemimpinnya. Dia ingin berjihad ke
Indonesia dengan cara dia sendiri. Dan itu dibuktikannya dengan kembali ke
Indonesia tahun 2000, dan berniat meledakkan bom di Indonesia. Untuk
melaksanakan niatnya, di Indonesia dia melakukan pengamatan selama
satu bulan. Observasi dilakukan di Jakarta dan Batam. Bahkan untuk lebih
memuluskan aksinya, pada akhir tahun 2000 dia tinggal di Batam.
Memakai nama Imam Samudera
Pada malam Natal 2000 Aziz melakukan
pengeboman gereja di Batam. Nama Imam Samudera muncul pertama kali
dari beberapa tersangka yang berhasil diciduk sejak peledakan bom di
malam Natal tahun 2000 serta peledakan Plaza Atrium Senen Jakarta
tahun 2001. Kelak setelah berhasil ditangkap, dia juga mengaku bertanggung
jawab atas pengeboman gereja Santa Anna dan HKBP di
Jakarta. Sedangkan pada gereja lainnya Aziz tidak mengakui, namun dia
menyebutkan mungkin kelompok lainnya. Setelah melakukan pengeboman tersebut,
Samudera alias Abdul Aziz pergi ke Malaysia. Menurut Embay, pada Lebaran 2000
Imam sempat kembali. Tapi setelah itu, dia menghilang bersama istri dan ketiga
anaknya. Pada tahun 2002 kembali lagi ke Indonesia. Kemudian terlibat dalam
pengeboman Bali. Dalam kasus peledakan bom Bali, Amrozi sang
tersangka peledakan dan juga rekan satu tim Imam Samudera juga menyebut nama
dia sebagai aktor intelektual. Amrozi mengaku dirinya dipertemukan
dengan Imam Samudera pada 6 Oktober 2001 di Bali. Baik Amrozi, Umar Al
Faruq maupun sejumlah tersangka lainnya dan saksi-saksi semua mengarah
kepada Imam Samudera.
Nama Alias
Bukan hanya di Indonesia nama Abdul Aziz
alias Imam Samudera dikenal sejak tahun 2000. Tapi juga di Malaysia. Di
negara jiran ini, dia dikenal sebagai salah satu pendiriJamaah Islamiyah (JI) bersama
dengan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir seperti yang
diungkap Menko Polkam (waktu itu) Susilo Bambang Yudhoyono. Di
berbagai media massa, Imam Samudera mempunyai banyak nama alias. Ada yang
menyebut Imam Samudera dengan Kudama. Ada juga Qudamah, ada pula yang menulis
Hudama. Bahkan, dalam dokumen pengakuan Umar Al Faruq kepada aparat Polri, Imam
Samudera disebut sebagai Abu Omar. Kepolisian Diraja Malaysia pun menyebut Imam
Samudera merupakan target operasi untuk segera ditangkap, karena berbagai
aktivitas yang meresahkan. Di Indonesia sendiri, Imam Samudera ditetapkan Polda
Metro Jaya sebagai salah satu tokoh pelaku teror di Indonesia.
Nama Imam Samudera disandingkan dengan Hambali alias Encep Nurjaman, yang
juga diburu dalam kasus peledakan bom selama ini, baik bom di malam Natal
maupun bom lainnya.
Konseptor
Keterlibatan Imam Samudera juga diungkap Dani,
pelaku peledakan bom di Plaza Atrium Senen. Samudera disebut bertanggung jawab
dan memimpin pengeboman yang dilakukan oleh Dani. Atas aksi ini, Dani diberi
imbalan oleh Samudera sebesar RM 10.000. Dani yang kini telah divonis penjara
seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menyebut Samudera
sebagai konseptor, sekaligus pemasok bom dalam peledakan itu. Di mata Abbas
alias Edi Setiono, tersangka peledakan Atrium lainnya, Samudera dikenal sebagai
seorang insinyur, lancar dalam bahasa Inggris dan Arab. Sempat lama tinggal di
Malaysia dan beristrikan orang Malaysia serta tinggal sekitar dua bulan di
rumah kontrakan. Dalam beberapa pemberitaan media asing, Imam Samudera disebut
sebagai agen Al Qaeda di Asia Tenggara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar