Selasa, 01 November 2016

Pelaksanaan Pancasila dalam Bidang Ekonomi

Hampir semua pakar ekonomi Indonesia memiliki kesadaran akan pentingnya moralitas kemanusiaan dan ketuhanan sebagai landasan pembangunan ekonomi. Namun dalam praktiknya, mereka tidak mampu meyakinkan pemerintah akan konsep-konsepdan teori-teori yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Bahkan tidak sedikit pakar ekonomi Indonesia yang mengikuti pendapat atau pandangan pakar Barat (pakar IMF) tentang pembangunan ekonomi Indonesia.Pilar Sistem Ekonomi Pancasila meliputi:
1.    ekonomika etik dan ekonomika humanistik (dasar),
2.    nasional ekonomi dan demokrasi (cara/metode operasionalisasi), dan
3.    ekonomi berkeadilan sosial(tujuan).
Kontek stualisasi dan implementasi Pancasila dalam bidang ekonomi cukup dikaitkan dengan pilar-pilar di atas dan juga dikaitkan dengan pertanyaan-pertanyaan dasar yang harus dipecahkan oleh sistem ekonomi apapun. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah:
1.    Barang dan jasa apa yang akan dihasilkan dan berapa jumlahnya;
2.    Bagaimana pola atau cara memproduksi barang dan jasa itu, dan
3.    Untuk siapa barang tersebut dihasilkan, dan bagaimana mendistribusikan barang tersebut ke masyarakat.
Langkah yang perlu dilakukan adalah perlu digalakkan kembali penanaman nilai-nilai Pancasila melalui proses pendidikan dan keteladanan. Perlu dimunculkan gerakan penyadaran agar ilmu ekonomi ini dikembangkan ke arah ekonomi yang humanistik, bukan sebaliknya mengajarkan keserakahan dan mendorong persaingan yang saling mematikan untuk memuaskan kepentingan sendiri. Ini dilakukan guna mengimbangi ajaran yang mengedepankan kepentingan pribadi, yang melahirkan manusia sebagai manusia ekonomi (homoekonomikus), telah melepaskan manusia dari fitrahnya sebagai makhluk sosial (homo socius), dan makhluk beretika (homo ethicus).Relevan kah Ekonomi Pancasila dalam memperkuat peranan ekonomi rakyat dan ekonomi negara di era global (isme) kontemporer? Mereka skeptis, bukankah sistem ekonomi kita sudah mapan, makro-ekonomi sudah stabil dengan indikator rendahnya inflasi (di bawah 5%), stabilnya rupiah (Rp 8.500,-),menurunnya suku bunga (di bawah 10%). Lalu, apakah tidak mengada-ada bicara sistem ekonomi dari ideologi yang pernah tercoreng, dan tidak nampak wujudnya, tidak realistis, dan utopis? Mereka ini begitu yakin bahwa masalah ekonomi (krisis 97) adalah karena salah urus dan bukannya salah sistem, apalagi di kait-kait kan dengan salah ideologi atau salah teori ekonomi. Tidak dapat disangkal, KKN yang ikut memberi sumbangan besar bagi keterpurukan ekonomi bangsa ini. Namun, krisis di Indonesia juga tidak terlepas dari berkembang nya paham kapitalisme disertai penerapan liberalisme ekonomi yang kebablasan. Akibatnya, kebijakan, program, dan kegiatan ekonomi banyak dipengaruhi paham (ideologi), moral, dan teori-teori kapitalisme-liberal.Di sinilah relevansi Ekonomi Pancasila, sebagai media untuk mengenali (detector) bekerjanya paham dan moral ekonomi yang berciri neo-liberal Pancasila sebagaimana dimaksud dalam PembukaanUUD 1945 adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.Pembangunan politik memiliki dimensi yang strategis karena hampir semua kebijakan publik tidak dapat dipisahkan dari keberhasilannya. Tidak jarang kebijakan publik yang di keluarkan pemerintah mengecewakan sebagian besar masyarakat.
 Beberapa penyebab kekecewaan masyarakat, antara lain:
 1.  kebijakan hanya dibangun atas dasar kepentingan politik tertentu,
 2.  kepentingan masyarakat kurang mendapat perhatian,
 3.  pemerintah dan elite politik kurang berpihak kepada masyarakat,
 4.  adanya tujuan tertentu untuk melanggengkan kekuasaan elite politik.

Keberhasilan pembangunan politik bukan hanya dilihat atau diukur dari terlaksananya pemilihan umum (pemilu) dan terbentuknya lembaga-lembaga demokratis seperti MPR, Presiden, DPR, dan DPRD, melainkan harus diukur dari kemampuan dan kedewasaan rakyat dalam berpolitik. Persoalan terakhirlah yang harus menjadi prioritas pembangunan bidang politik. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa manusia adalah subjek negara dan karena itu pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Namun, cita-cita ini sulit diwujudkan karena tidak ada kemauan dari elite politik sebagai pemegang kebijakan publik dan kegagalan pembangunan bidang politik selama ini.Pembangunan politik semakin tidak jelas arahnya, manakala pembangunan bidang hukum mengalami kegagalan. Penyelewengan-penyelewengan yang terjadi tidak dapat ditegakkan oleh hukum. Hukum yang berlaku hanya sebagai simbol tanpa memiliki makna yang berarti bagi kepentingan rakyat banyak. Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik juga belum dapat direalisasikan sebagaimanayang dicita-citakan. Oleh karena itu, perlu analisis ulang untuk menentukan paradigma yang benar-benar sesuai dan dapat dilaksanakan secara tegas dan konsekuen. Pancasila sebagai paradigma pambangunan politik dan hukum kiranya tidak perlu dipertentangkan lagi. Bagaimanakah melaksanakan paradigma tersebut dalam praksisnya? Inilah persoalan yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan politik dan hukum di masa-masa mendatang.
Apabila dianalisis, kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa persoalan seperti:
1.Tidak jelasnya paradigma pembangunan politik dan hukum karena tidak ada nya blue print.
2.Penggunaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan masih bersifat parsial.
3.Kurang berpihak pada hakikat pembangunan politik dan hukum.

Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa implikasi yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia. Pembangunan bidang ini boleh dikatakan telah gagal mendidik masyarakat agar mampu berpolitik secara cantik dan etis karena lebih menekankan pada upaya membangun dan mempertahankan kekuasaan. Implikasi yang paling nyata dapat dilihat dalam pembangunan bidang hukum serta pertahanan dan keamanan. Pembangunan bidang hukum yang didasarkan pada nilai-nilai moral (kemanusiaan) baru sebatas pada tataran filosofis dan konseptual. Hukum nasional yang telah dikembangkan secra rasional dan realistis tidak pernah dapat direalisasikan karena setiap upaya penegakan hukum selalu dipengaruhi oleh keputusan politik. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila pembangunan bidang hukum dikatakan telah mengalami kegagalan. Sementara, pembangunan bidang pertahanan dan keamanan juga telah menyimpang dari hakikat sistem pertahanan yang ingin dikembangkan seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri republik tercinta ini. Pembangunan pertahanan dan keamanan lebih diarahkan untuk kepentingan politik, terutama gunamempertahankan kekuasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar