Sabtu, 12 November 2016

Kronologi Reformasi yang Sebenarnya!!

    Pada awal bulan Maret 1998 melalui sidang umum MPR, soeharto kembali menjadi Presiden Republik Indonesia, serta melaksanakan pelantikan kabinet pembangunan VII. Namun kondisi bangsa dan negara pada saat itu semakin tidak kunjung membaik. Perekonomian mengalami kemerosotan dan masalah sosial semakin menumpuk. Kondisi dan situasi seperti ini mengundang keprihatinan rakyat.
    Memasuki bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demokrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut turunnya harga sembako, penghapusan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenananya.  Semakin bertambah banyak aksi para mahasiswa tersebut menyebabkan para aparat keamanan tampak kewalahan dan akhirnya mereka  harus bertindak tegas. Bentrokan antara  mahasiswa  yang menuntut reformasi  dengan aparat keamanan  tidak dapat dihindarkan.
    Pada tanggal 12  Mei 1998  dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti, terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan tertembaknya empat mahasiswa hingga tewas, serta puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka – luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa untuk menggelar demonstrasi secara besar – besaran.
    Pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan yang mengakibatkan lumpuhnya kegiatan masyarakat. Dalam kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998 tersebut, sejumlah pertokoan menjadi sasaran amuk massa, bahkan sampai kepada tingkat pembakaran toko-toko yang menelan korban jiwa. Dalam peristiwa tersebut puluhan toko hancur dibakar massa dan isinya dijarah massa serta ratusan orang mati terbakar.
    Pada tanggal 17 Mei 1998 di hotel wisata, Jakarta, Nurcholish Madjid dalam jumpa pers menggulirkan ide untuk mempercepat pemilu (paling lambat tahun 2000). Menteri Sekertaris Negara pada saat itu Saadillah Mursjid tertarik dengan ide itu.
Pada tanggal 18 Mei 1998 pukul 15.00 WIB Saadillah mengundang Nurcholish Madjid ke kantor Sekertaris negara untuk menjelaskan gagasannya. Pukul 15.30 WIB Harmoko sebagai ketua MPR/DPR mengumumkan hasil rapat pimpinan DPR yang meminta agar Presiden Soeharto secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri. Namun, pada pukul 20.00 pernyataan ini dianulir oleh Jenderal Wiranto. Ia menyatakan bahwa sikap dan pendapat Harmoko adalah sebagai pendapat individual meskipun disampaikan secara kolektif. Pada pukul 20.30 Nurcholish Madjid bertemu dengan Presiden Soeharto, ia mengatakan bahwa rakyat menghendaki Presiden Soeharto untuk turun dari kursi kepresidenannya. Presiden Soeharto menanggapi dengan menyatakan bersedia untuk mundur dan meminnta bertemu dengan tokoh dari berbagai kalangan. 
    Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki Gedung DPR/MPR. Pada tanggal itu pula di Yogyakatra terjadi peristiwa bersejarah. Kurang lebih sejuta umat manusia berkumpul di alun-alun utara kraton Yogyakarta menghadiri pisowanan ageng untuk mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII. Inti dari isi maklumat itu adalah menganjurkan kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. 
    Pada tanggal 20 mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh – tokoh bangsa Indonesia untuk dimintai pertimbangannya dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuain oleh Presiden Soeharto, namun mengalami kegagalan. Pada tanggal itu pula gedung DPR/MPR semakin penuh sesak oleh para mahasiswa dengan tuntutan tetap yaitu reformasi dan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan.
    Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden di hadapan ketua dan beberapa anggota dari mahkamah agung. Pada tanggal itu pula, dan berdasarkan pasal 8 UUD 1945, Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta pelantikannya dilakukan didepan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat itu, presiden RI dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke 3
    Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden RI B.J Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan kabinet reformasi pembangunan. Pada tanggal ini pula Letjen Prabowo Subianto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad. Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie yang memakai simbol-simbol dan atribut keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru. Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya.
    Pada tanggal 10 November 1998, diprakarsai oleh para mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ), ITB Bandung, Universitas Siliwangi, dan empat tokoh reformasi yaitu Abdurrahman Wahid, Amien Rais, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Soekarnoputri mengadakan dialog nasional di rumah kediaman Abdurrahman Wahid, Ciganjur, Jakarta Selatan. Dialog itu menghasilkan 8 butir kesepakatan, yaitu sebagai berikut:
1. Mengupayakan terciptanya persatuan dan kesatuan nasional.
2. Menegakkan kembali kedaulatan rakyat.
3. Melaksanakan desentralisasi pemerintahan sesuai dengan otonomi daerah.
4. Melaksanakan pemilu yang luber dan jurdil guna mengakhiri masa pemerintahan transisi.
5. Penghapusan Dwifungsi ABRI secara bertahap
6. Mengusut pelaku KKN dengan diawali pengusutan KKN yang dilakukan oleh Soeharto dan kroninya.

7. Mendesak seluruh anggota Pam Swakarsa untuk membubarkan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar