Banyak faktor yang mendorong timbulnya Reformasi pada masa pemerintahan orba,
terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata
tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal
kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan
bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan
penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang
tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila
dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan.
Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi
penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, yaitu:
a. Krisis Politik
Krisis
politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan
politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan
pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan
demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka
mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya,
demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang
semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan
demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti
dari, oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat
represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi
atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang
represif, di antaranya:
1. Setiap orang atau
kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan
subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
2. Pelaksanaan Lima
Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.
3. Terjadinya korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki
kebebasan untuk mengontrolnya.
kebebasan untuk mengontrolnya.
4. Pelaksanaan Dwi
Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk
ikut
berpartisipasi dalam pemerintahan.
berpartisipasi dalam pemerintahan.
5. Terciptanya masa
kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi
presiden
melalui Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
melalui Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
b. Krisis Hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada
bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi.
Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para
penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan,
hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu
bertentangan dengan ketentuan pasal 24 UUD 1945 yang menyatakan bahwa‘kehakiman
memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan
pemerintah(eksekutif).
c. Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi Indonesia
tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi
Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00
menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.00 per
dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus
melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti
Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya
krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi
sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi.
d. Krisis Sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial.
Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya
konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada
meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Ketimpangan perekonomian
Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran,
persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya
beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.
e. Krisis Kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan
pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan
pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi
yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar